Refly Harun Ungkap Kabar Baik & Buruk soal Rencana Anies Bentuk Parpol
17 September 2024, 09:26:37 Dilihat: 157x
Jakarta, -- Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengungkapkan sejumlah kabar baik dan buruk menindaklanjuti wacana pembentukan partai politik oleh Anies Baswedan.
Ia mengatakan untuk membentuk partai politik setidaknya dibutuhkan tiga prasyarat yakni momentum, tokoh dan dukungan. Kabar baik, menurut dia, ketiganya telah terpenuhi dalam diri Anies.
"Ini momentum yang tepat bagi Anies seorang untuk membentuk partai politik," ujar Refly dalam agenda 'Membangun Partai Politik Modern: Harapan & Hambatan' di Jakarta Selatan, Sabtu (14/9). Refly menjelaskan maksud dari momentum tersebut adalah Anies yang terlihat dimusuhi massal oleh partai politik saat ini. Kata dia, Anies bisa menjadi pembeda untuk mengembalikan tujuan dari partailitik itu sendiri.
"Kalau misalnya Anda membangun partai politik berpikir biaya, sudah pasti gagal. Membentuk partai politik ingin menang, pasti gagal. Jadi, partai politik itu harus menjadi sarana, harus jadi alat untuk memperjuangkan nilai," tutur Refly.
Sementara untuk faktor tokoh dan dukungan, Refly tidak meragukan Anies. Hal itu terlihat dari banyak pendukung yang masih mengelu-elukan Anies sekalipun kalah dalam kontestasi Pilpres 2024. Untuk hal ini, Refly 'angkat topi' untuk Anies yang berhasil merawat kedekatan bersama pemilihnya.
"Jadi, kalau Anies membentuk partai politik, insyaallah dukungannya akan banyak karena syarat tokoh itu sudah terpenuhi di diri Anies Baswedan," ungkap Refly.
"Uang akan mengalir kalau tiga [prasyarat] tersebut akan dipenuhi," sambungnya.
Kabar buruk
Refly mengingatkan Anies kalau partai politik berpotensi gagal apabila hanya bertujuan untuk semata-mata memenangkan dirinya dalam Pilpres mendatang.
Hal itu menurut Refly akan membuat parpol baru yang dibentuk \ tak akan jauh berbeda dengan partai politik yang sudah ada saat ini dan menurutnya telah gagal semua.
"Karena itu, dalam ukuran seperti ini, gagal. Jadi kalau kita membentuk partai yang kurang lebih sama, (maka akan) gagal," imbuhnya.
Refly lantas mengingatkan Anies agar menghadirkan demokrasi dalam internal partai yang akan dibentuk nantinya. Ia tidak mau partai politik baru itu sama dengan yang ada saat ini yakni menihilkan demokrasi dalam hal pemilihan ketua umum.
"Partai ini tidak boleh demikian, walaupun kita tahu kita membutuhkan ketokohan Anies Baswedan dan sebagainya," sambungnya.
Kabar buruk berikutnya adalah Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang dinilai masih menjadi batu sandungan Anies untuk bisa mencalonkan diri sebagai calon presiden mendatang. Refly menggarisbawahi klausul keserentakan pemilu dalam UU tersebut.
"Kalau pemilu serentak, maka yang punya legal standing untuk mengajukan calon presiden hanyalah 8 partai yang ada di Senayan," ungkap dia.
Hal lain adalah pengaturan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen dalam UU Pemilu.
"Ketika kita mau membentuk partai politik, kita harus berjuang untuk, satu, nol kan presidential threshold. Sekarang ada permohonan yang diajukan oleh aktivis NGO, namanya Hadar Nafis Gumay dan Titi Anggraini di Mahkamah Konstitusi. Kawan-kawan semua harus mendukung itu," ucap Refly yang menjadi bagian dalam tim hukum pendukung Anies dalam Pilpres 2024 lalu.
"Karena itu, pastikan nol, tetapi, Pemilu dan Pilpres harus dipisah dengan pemilu legislatif terlebih dahulu, seperti kemarin. Hasil pemilu legislatif itu lah yang dipakai untuk basis pencalonan presiden," tandasnya.
Sebelumnya, Anies memberi sinyal akan membangun partai politik baru usai gagal mengikuti kontestasi Pilkada serentak 2024. Ia mengaku wacana tersebut berdasarkan usulan yang diberikan masyarakat akhir-akhir ini.
Ia mengatakan wacana tersebut bisa saja diwujudkan jika semangat perubahan dari masyarakat Indonesia tak berhenti dan semakin membesar.
"Maka, membangun ormas atau membangun partai baru mungkin itu jalan yang akan kami tempuh. Kita lihat sama-sama ke depan," kata Anies dalam kanal Youtube Anies Baswedan, Jumat (30/8).
Anies menambahkan wacana tersebut hingga kini masih terus dikaji